prosesi pernikahan adat
Suku Biak mempunyai
dua cara dalam melamar calon pengantin. Pertama, Sanepen atau perjodohan di
mana proses lamaran dilakukan oleh kedua belah pihak orang tua sejak kedua
calon pengantin masih berusia anak. Kedua, Fakfuken adalah proses pinangan yang
dilakukan setelah calon pengantin berusia di atas 15 tahun.
Proses perkawinan ini adalah suatu tatacara yang berproses secara
teratur dan terorganisir (Fes Eren.) untuk menyatakan suatu perkawinan adat sah
dan mendapat legitimasi publik. Dengan demikian maka, system perkawinan orang
biak pada dasarnya berproses dalam suatu sistem yang saling terkait yaitu
dimulai dari :
·
PEMINANGAN (FAKFUKEN)
Pada tahap awal ini paman dan tante dan anak laki-laki
calon suami melakukan pendekatan dengan keluarga pihak perempuan calon istri
untuk menyampaikan niat keluarga laki-laki dan aturannya harus 3 (tiga) kali
datang meminang karena kali I (pertama) baru bersifat pemberitahuan niat dan
keluarga laki-laki pada pihak keluarga perempuan sehingga pihak keluarga
perempuan harus berunding terutama dengan pihak anggota keluarga perempuan yang
diberi hak istimewa / hak khusus (Binaw).
Orang tua kandung
perempuan tidak punya hak untuk memutuskan sendiri kemauannya, karena soal
maskawm bagi orang biak adalah hak keluarga ( Hak marga).
·
MASKAWIN (ARAREM)
Pada tahap ketiga peminangan, nilai nominal
serta sejumlah piring antik (Benbepon ) dan sejumlah piring besar dan piring
makan disepakati jumlahnya, besarnya maskawin pada masyarakat biak disesuaikan
dengan beberapa kriteria yaitu:
- Jumlah besar atau kecilnya keluarga perempuan sebagai pihak yang akan menerima maskawin dan pada laki-laki.
- Status sosial yang disandang keluarga perempuan ( Kepala keret / keluarga berada atau status terhormat lainnya dalam marga).
- Kecantikan / kepribadian / gadis murni (Perawan).
Bila maskawin telah
disiapkan oleh keluarga laki-laki maka, sebelum diserahkan kepada pihak
perempuan, pihak perempuan diberi kesempatan untuk datang meninjau lebih dahulu
dan bila sudah memenuhi syarat maskawin yang disepakati kedua belah pihak sudah
benar, maka selanjutnya ditetapkan waktu upacara penyerahannya.
Pada waktu upacara penyerahan maskawin diantar
kekeluarga perempuan, maskawin dibagi 2 (Dua) bagian yaitu:
- Bagian maskawin untuk lepas gendong ( Abobes kapar) khusus untuk orang tua ibu dan anak perempuan yang diminang bagian maskawin lepas gendong ini akan dibagikan kepada pihak keluarga orang tua ibu dan sebagian ditahan sebagai modal maskawin saudara laki-laki bila kelak akan kawin.
- Bagian maskawin untuk marga atau keret disebut maskawm inti, karena itu akan dibagi habis untuk seluruh anggota keluarga keret / marga dengan prosentase yang berbeda nilai uang dan barang (Piring) sesuai status anggota keluarga / keret.
v
Proses
penyerahan Maskawin (Yakyaker Ararem).
Pada tahap ini
maskawin diantar kekeluarga perempuan melalui suatu upacara arak-arakan yang
disertai tari dan lagu sehingga sangat meriah. Hal ini dimaksudkan sebagi :
- Suatu Show Force (Pamer kekuatan / kebolehan) bahwa keluarga keret / marga pihak laki-laki adalah orang mampu / berada.
- Pemberitahuan secara langsung kepada masyarakat
luas bahwa perkawinan kedua orang ini (laki – Perempuan) adalah sah dan
direstui oleh seluruh keluarga kedua belah pihak dan mengikat kedua
keluarga untuk saling menghormati / saling menghargai.
v
Tata
cara penyerahan maskawin.
Arak – arakan peserta
upacara penyerahan maskawin dibagi dalam 2 (Dua) bagian yaitu:
- Bagian I (Pertama) yang terdiri dari Om / Tante / Familie berada dalam satu barisan tersendiri yang bertanggung jawab menyerahkan bagian dari maskawin yang disebut “Abobes Kapar” (Lepas pendong) kepada ibu kandung dan anak perempuan (Calon nikah).
Catatan:
Bagian ini akan diperuntukkan kepada keluarga pihak ibu karena ketika jadi
pesta adat pihak ini ikut bertanggung jawab.
2.
Bagian ke- II ( Dua) yang terdiri dari maskawin
“Baken” (Inti) berada dalam satu barisan yang terdiri anggota keret / anggota
keret lain yang terkait hubungan kekerabatan.
·
PERNIKAHAN (WAFWOFER)
Pada tahap ini segala sesuatu
yang menyangkut kepentingan keluarga yang bersangkutan ( Pihak lak-laki, maupun
perempuan ) sudah terpenuhi sesuai ketentuan adat biak yang berlaku (Maskawin).
Sebelum kedua calon
pasangan nikah adat diberlakukan maka, kedua anak tersebut mengalami proses
upacara inisiasi (Ramrem), untuk mendapatkan restu keluarga (Legalitas)
masing-masing pihak.
Upacara inisiasi
tersebut dilakukan oleh pihak Om dan tante kedua belah pihak secara terpisah.
Setelah tahap ini,
kedua mempelai laki-laki dan perempuan dipersatukan dan upacara penikahan (
Waiwofer) diberlakukan oleh sesorang tua adat / keret atau oleh seseorang
mananwir (Kepala keret / marga / clen) dengan cara meniup asap rokok keatas
tangan calon suami-isteri yang sedang berjabat tangan sambil mengucapkan
kata-kata pengukuhan nikah adat di hadapan kedua calon suami-isteri, dihadapan
keluarga kedua pihak dan disaksikan “TUHAN DI SORGA” DAN BUMI YANG DIPIJAK,
nikah adat ( Wafwofer) ini dinyatakan sah dan tidak dibenarkan untuk dibubarkan
oleh siapapun dengan alasan apapun. Dengan selesainya upacara pernikahan (
Wafwofer) ini, maka sebuah rumah tangga telah terbentuk dan secara sah dapat
melakukan kegiatan kemasyarakatan sebagaimana lazimnya dilakukan keluarga
lainnya.
·
UPACARA PENYERAHAN PEREMPUAN
(CALON ISTERI) KEPADA LAKI-LAKI (CALON SUAMI) (YAKYAKER).
Tahap ini adalah tahap akhir dari proses perkawinan
(Farbakbuk) adat biak yang dilalui setelah “rumah tangga baru” ini berlangsung
beberapa waktu lamanya.
Biasanya kedua pasang suami/isteri sudah mendapat
anak-anak maka kepada laki-laki (Suami) dan keluarganya wajib memberi ongkos
tertentu berupa “makanan dan minuman” khas biak (keladi , bete, petatas,
sayuran, ikan, daging babi, dan lain-lain sejenis) serta pula benda berharga
lain (Pinang, gelang, perahu dan lain-lain sejenis) kepada pihak keluarga
perempuan.
Biasanya pesta adat ini, dipersiapkan dalam waktu yang
lama. Dengan demikian maka walaupun pesta adat ini adalah tahap akhir dari
proses perkawinan (Farbakbuk) adat biak tetapi acara ini terlepas dan berdiri
sendiri artinya dapat diadakan tetapi juga bisa tidak didakan karena bagian
akhir dan proses perkawinan ini wajib tetapi bersifat khusus bagi yang mampu
melaksanakannya. Upacara pesta adat biak pada tahap kahir ini yang disebut
“Yakyaker” ke- II (dua) dalam bentuk “Wor”.
Upacara pesta adat ini mengandung nilai – nilai dasar
yang sangat spesifik dalam kehidupan masyarakat biak dikarenakan:
1. Pesta adat ini dilaksanakan untuk unjuk kekuatan dan kemampuan
2. Pesta adat ini dibuat untuk menghormati arwah para leluhur sekaligus mendapat restu agar dalam kehidupan keluarga laki-laki senantiasa terhindar dari mara bahaya.
3. Pesta adat ini dibuat untuk mengekalkan nama keluarga sepanjang sejarah kehidupan masyarakat biak dan biasanya akhir dari upacara pesta adat ini lalu keluarga pihak perempuan menobatkan gelar-gelar kehormatan adat misalnya: ‘Mambri, Korano, Kapisa, Mayor, Sanadi, Mananwir, Binsyowi dan lain-lain (sebagai wujud legitimasi terhadap bobot daripesta adat yang bersangkutan).

Komentar
Posting Komentar